Wednesday, July 17, 2019

Mengolah Sampah Organik 1 - Awalnya dari Halaman

Mengolah Sampah Organik 1 - Awalnya dari Halaman -- Punya pohon-pohon buah besar di halaman rumah punya keuntungan dan kerugiannya. Keuntungannya tentu saja, halaman jadi adem. Lho, ngga kebagian buahnya? Sayangnya, pohon jambu cincalo-ku ngga mau berbuah. Maunya berdaun aja. Paling banter, berbunga deh. Lalu bunganya muruluk ke tanah. Hiks ....

Kalau pohon belimbingku, banyak sih buahnya, tetapi ngga ada yang mulus huhuhu ... semua berpenghuni. Berjatuhan sebelum matang sempurna, berkerut-kerut dan bertitik-titik kecokelatan, tanda sang ulat sudah mengklaim buah itu sebagai tempat tinggalnya.

Ada satu lagi pohon besar, yang ini tumbuhnya di luar pagar. Namanya pohon bintaro. Pohon ini ditanam oleh pengembang sebagai pohon penghijauan di sepanjang sisi jalan perumahan. Tetapi faktanya, banyak pemilik rumah yang menebang pohon ini. Katanya eh katanya, buah pohon ini beracun, jadinya ngga bisa dikonsumsi, dong. Parahnya lagi, kalau menimpa atap mobil, bisa bikin penyok! Kalau menimpa kacanya, bisa bikin pecah! Wah, gawat juga ya. Padahal pohon di depan rumah sudah cukup tinggi dan buahnya banyak. Memang sih, kalau pas lagi jatuh tuh ya, gedebuk! gitu bunyinya. Buahnya besar dan berat. Kalau jatuh dari ketinggian, lumayan juga. Pantas ya, kalau pas lagi ada keramaian di sekitar rumah pun, ngga ada yang mau naruh mobil di depan rumahku. Padahal, kan teduh. Ngeri rupanya, takut mobilnya kejatuhan si buah bintaro ini.


Nah, jadi aku tuh kebagian adem, dan sampah daun dan buah busuk. Semakin lama, pohon-pohon itu semakin tinggi, semakin banyak juga sampahnya. Ya iyalah, setiap hari kan daun-daun dan buah-buah itu berguguran.

Si Pohon Jambu Cincalo
Pohon belimbing (di dalam pagar) dan pohon bintaro (di luar pagar)
Sampah daun ini juga bikin jalan depan dan samping rumah -- karena rumahku ada di hook -- kotor dan berantakan. Kalau sudah musim hujan, duh parah abis deh. Untung ya, tetangga-tetanggaku tuh, pada baik hati gitu, deh. Walaupun aku ngga sempat nyapu-nyapu tiap hari, -- alasan klasik, aku kan sibuk dengan urusan rumah tangga -- tetapi mereka ngga pernah marah. Pernah sih suatu hari pas kumpul dan ngobrol sore-sore sambil nyuapin anak, ada yang bilang.

"Itu pohon-pohon ngga ditebangin aja, Mam Faza, udah tinggi banget. Udah nyampe kabel listrik, lho."

Udah gitu doang komennya! Baik banget kan! Ngga marah ngga apa. Aku senyum doang dan bilang, iya kapan-kapan mau ditebang. Selesai deh.

*talk about the insensitive me*

Masalah berikutnya adalah, tukang sampah yang suka keliling angkat sampah RT sini, ngga mau angkat sampah daun, buah, batang dan lain sebagainya. Padahal ya, sekalinya suamiku nyapu, bisa dapat empat kantong besar sampah daun! Tapi ya gimana lagi, di kaca depan pikap tukang sampah itu, ditaruh tulisan : 'Hanya untuk sampah rumah tangga'. Dan si abang-abang tukang sampahnya pasang tampang bete kalau kita kasih sampah daun ... hmmm ....

Memang siih, kalau dilihat-lihat, pikap sampah itu udah penuh aja dengan sampah rumah tangga. Kalau ditambahi dengan sampah daun, luber kali yak ....

Jadi pada suatu hari, aku dan suami memutuskan untuk menebang pohon jambu cincalo, belimbing dan bintaro itu. Penebangan pertama dilakukan pada pohon jambu dulu, karena dia yang sampah daunnya paling banyak, dan posisi yang membuatnya menyampah lebih banyak ke jalan umum dibanding dua pohon lainnya.

Sayang disayang, dua pohon lainnya ngga sempat kena tebang. Karena ternyata, untuk nebang satu pohon jambu saja, butuh waktu seharian, dan ternyata ada sarang lebah di atas pohon bintaro. Tukang tebangnya ngga berani ganggu gugat.

Haduuh ... jadi gimana doong? :(

***Bersambung***

*Btw, ini rencananya akan jadi cerita bersambung, dengan tema, Mengolah Sampah Organik. Doakan semoga niatku cukup kuat untuk terus menulis yaaa :)

1 comment: