Wednesday, June 25, 2014

Setiap Perjalanan Adalah Petualangan

Saya adalah generasi yang tumbuh bersama cerita-cerita petualangan anak-anak. Enid Blyton dan Astrid Lindgren adalah dua pengarang favorit saya di usia Sekolah Dasar. Lima Sekawan, Mallory Towers dan Pasukan Mau Tahu adalah novel-novel pertama saya saat usia Sekolah Dasar.  Ronya , Pippi The Longstocking, dan Emil si anak ‘nakal’ dari desa Lonneberga, cerita-cerita itu sangat lucu!

Setiap perjalanan yang dilakukan oleh Julian, Dick, George, Anna dan anjing kesayangan mereka Timmy selalu tampak menyenangkan.. berlibur setiap liburan musim panas, pergi ke tempat-tempat yang menarik: tepi pantai, pulau terpencil di tengah laut, puri terbengkalai di suatu pulau; bahkan hanya bertamasya dengan bersepeda menyusuri jalan setapak di pinggir pedesaan pun menjadi kegiatan yang menyenangkan! Lebih menyenangkan lagi karena di setiap perjalanannya mereka selalu menemukan petualangan baru.

Enid Blyton dan Astrid Lindgren juga adalah pengarang yang sangat mampu memancing imajinasi anak-anak.. saat saya membaca novel-novel mereka, saya membayangkan betapa menyenangkannya daerah pinggir pedesaan Inggris, dengan hutan-hutan dan jalan-jalan setapaknya.. dan hutan Mattis di mana Ronya dan Birk bertualang, dengan penggambaran puri-puri dan hutan yang indah .. dan Gnoma Kelabu! Ya ampuuunn.. saat saya membaca buku Ronya, betapa saya ingin memelihara satuuuuu saja Gnoma Kelabu hahaha..

Berlanjut ke tingkat Sekolah Menengah Tingkat Pertama, Trio Detektif dari Alfred Hitchcock dan cerita misteri oleh pengarang Agatha Christie, membuat saya sempat bercita-cita menjadi detektif swasta hahaha… Pekerjaan itu tampak seru dan menegangkan, dan yang pasti saya akan mendapatkan kesempatan bepergian ke berbagai tempat yang baru.

Pergi ke Inggris dan negara-negara lainnya yang diceritakan di buku-buku itu, kemudian menjadi impian saya saat itu. Hanya pemandangan padang rumput di pedesaan Inggris pun tampak begitu indah, tidak pernah terpikirkan sama sekali bahwa Indonesia pun memiliki tempat yang sama indahnya atau bahkan jauh lebih indah. Namun fakta bahwa Indonesia memiliki tempat yang jauh lebih indah dibandingkan dengan tempat-tempat di Inggris juga tidak akan berpengaruh banyak pada saya, karena saya tidak pernah bepergian jauh dari rumah. Lingkup perjalanan saya hanya berkisar di rute rumah-sekolah-rumah. Di hari libur mungkin akan ditambah dengan rumah-pasar-rumah karena saya harus membantu ibu saya belanja ke pasar. Setelah dewasa tentu ada sedikit-sedikit penambahan seperti kampus tempat kuliah dan akhirnya kantor tempat bekerja. 

Pencarian akan petualangan juga seakan-akan terkubur perlahan-lahan seiring dengan semakin mahalnya harga buku. Buku cerita yang dulu seharga tiga ribu rupiah di masa saya Sekolah Dasar, kini mencapai harga puluhan ribu. Adanya kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih penting juga menurunkan minat saya untuk membeli buku. Misalnya kebutuhan untuk mencicil kendaraan bermotor, membeli kebutuhan anak-anak seperti popok dan susu, belum lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Cicilan rumah adalah salah satu hal yang sangat menyita pengeluaran kami sebagai keluarga. Ya.. kami telah memutuskan untuk mencicil sebuah rumah. Rumah itu terletak di daerah yang tadinya merupakan lahan tak terawat, banyak pohon-pohon, dan selokan kecil, ada tebing dan sungai besar di tepi perumahan kami. Ada tempat pemancingan umum di tengah perumahan. 

Rumah kami berada di sudut suatu perempatan. Kira-kira dua puluh meter ke arah kiri, ada tebing dengan tinggi sekitar sepuluh meter, penuh dengan tanaman merambat di dinding tebingnya. Puncak tebing dipenuhi berbagai pepohonan, namun yang paling banyak adalah pohon bambu hijau. Gemerisik dedaunannya berubah menjadi gemuruh jika angin bertiup cukup kencang. 

Sekitar dua ratus meter ke arah belakang, ada sungai besar memagari tepi perumahan: Sungai Ciliwung. Tepi sungai berjarak sekitar lima meter dari pagar batas perumahan. Tentu saja saya sudah pernah melihat sungai sebelumnya… namun kini saya lebih merasa memiliki sungai itu, karena sangat dekat dengan rumah kami. Batu-batu sungai yang besar, aliran sungai yang deras ataupun tenang, dapat saya amati dari tepian sungai dengan leluasa setiap saat.

Saat baru beberapa rumah saja yang telah dibangun di komplek perumahan, saya masih sangat dapat merasakan suasana alam liar. Embun pagi di rerumputan, ikan-ikan besar di selokan di depan rumah – bahkan suatu waktu saya benar-benar melihat ular air melintas cepat! – kunang-kunang beterbangan di udara malam. Hal-hal ini sudah tidak pernah saya rasakan lagi di kota tempat rumah orang tua saya, padahal jarak antara komplek perumahan saya dan rumah orang tua saya hanya 20 menit berkendara.

Menyadari bahwa keistimewaan mengalami alam liar ini tidak akan saya rasakan selamanya – karena pastinya pihak pengembang akan melanjutkan pembangunan rumah-rumah lain di sekitar rumah kami, alhasil alam liar saya pun tidak akan bertahan lama - saya jadi benar-benar menikmati mengamati alam sekitar saya, kapan pun saya sempat mengamatinya. Saya mengajak anak-anak saya mengamati kepiting berjalan di selokan, musang yang berlari di sela pepohonan atau kupu-kupu yang terbang rendah mencari bunga. 




















Dan tiba-tiba saja kesadaran itu menghentak diri saya! Ingatan masa lalu saya yang mengantar saya pada apa yang saya lakukan saat itu. Pencarian atas petualangan! Ternyata saya tidak perlu mencari jauh-jauh.. petualangan itu ada di sekitar saya! Setiap perjalanan dapat menjadi suatu petualangan, tinggal pikiran kita saja yang memutuskan apakah suatu perjalanan akan hanya menjadi suatu perjalanan atau akan menjadi suatu petualangan yang menyenangkan.

Anak-anak saya berada di usia 4-6 tahun saat ini, mereka akan mengikuti rasa kami orang tuanya dan akan mengikuti irama petualangan dalam perjalanan jika kami menjadikan suatu perjalanan adalah petualangan. HIngga kini, menaiki jalan setapak yang menanjak di belakang rumah kami namai mendaki gunung. Setibanya di ‘puncak gunung’, kami dapat memandang atap-atap rumah di kompleks perumahan kami. Melihat-lihat ikan kecil di selokan kami namai berburu ikan (dan kepiting), hmmm... 

Sayang sekali sungai Ciliwung yang melintasi komplek perumahan kami terlihat kotor karena banyak sampah yang tersangkut di dahan-dahan pohon di sepanjang tepi sungai. Pernah suatu kali anak saya bertanya, “Bunda kenapa ada banyak sampah di sungai?” “Hmmm.. kalau ada banyak sampah di sungai, sungainya jadi bagus ngga, De?” saya balik bertanya. “Tidak, Bunda” jawabnya. 

Benar adanya bahwa kemajuan suatu masyarakat dimulai dari anak-anaknya. Mereka adalah peniru paling ulung. Apa yang dilakukan oleh orang tuanya, mereka akan mengikuti. Walaupun lingkungan memberikan pengaruh yang sangat kuat, tapi kitalah sebagai orang terdekat mereka yang harus memberikan pendidikan tentang apa yang baik dan buruk sedari dini dan menjadi teladan yang baik bagi mereka.

Demikian pula pendidikan tentang menjaga lingkungan sekitar kita. Jangan pukul pohon (entah mengapa ya anak-anak suka sekali memungut batang kayu di jalan dan menyabetkannya pada pohon-pohon), jangan petik bunga, jangan buang sampah sembarangan, jangan lempar ikan pakai batu, jangan mencolok-colok kepiting, dan jangan-jangan lainnya saya ucapkan jika sedang berjalan-jalan dengan mereka. Banyak sekali tingkah laku mereka yang kadang terlihat aneh dan untuk apa ya mereka melakukan itu? tapi kebanyakan dari tingkah laku aneh mereka hanyalah buah dari keingintahuan mereka. Ini adalah sifat alami anak-anak, dengan cara inilah mereka belajar tentang dunia di sekitar mereka. Sungguh jika kita menahan diri dari rasa marah karena keingintahuan anak-anak dan tetap sabar dalam memberikan pengertian yang baik, maka kita akan menikmati buah dari itu semua; anak-anak yang mencintai lingkungannya, dan mencintai petualangan.