Friday, October 20, 2023

Menggali Inspirasi dari Joko Sulistyo Sang Penyalur Air Tanah Kapur


Waktu itu kami pulang ke rumah dengan terburu-buru. Sudah pukul 16.00. Kami harus berangkat lagi pukul 16.30 jika tidak mau telat mengantarkan si nomor dua ke pondok pukul 19.00.

Hujan mengguyur Bogor seperti air yang disiramkan ke dua kucing yang sedang berantem. Banyak banget, maksudnya. Deras kalau untuk konteks hujan. Kami kuyup hanya sejarak turun dari mobil, membuka pagar lalu lari ke teras.

“Cepat semuanya mandi! Jangan pakai lama!” seruku. Aku sendiri sudah kebelet pengin buang air kecil. Karena suami dan si nomor dua langsung mengakuisisi dua kamar mandi di lantai bawah, aku langsung lari ke kamar mandi lantai atas. Si sulung dan si bungsu harus rela mengantre.

Sambil nongki di toilet, aku mendengarkan deru butir-butir hujan yang jatuh ke atap dan jendela kamar mandi. Suaranya seperti senapan yang deras memuntahkan pelurunya. Bagaimana nanti kondisi di jalan, ya? Apa bakal banjir? Apa mobil kami bisa melewatinya? Ah, tidak usah memikirkan itu, karena toh memang harus dijalani.

Aku mengambil shower toilet dan menekan gagangnya. Tidak terjadi apa-apa. Apa si sulung mematikan air dari meteran saat kami pergi tadi? Rasa-rasanya tidak. Aku menekan lagi. Tidak ada air mengalir. Aku membuka pintu kamar mandi sedikit lalu berteriak menyuruh si sulung membuka keran air di meteran.

“Ngga dimatiin!” seru si sulung. “Emang mati dari sananya!”

“Ngga ada air!” teriak si nomor dua. “Gimana ini? Aku lagi mandiii!”

Aku bersandar di toilet duduk. Betapa ironis, pikirku. Hujan menderu di luar sana, air pasti bergolak-golak penuh memenuhi selokan, sementara di dalam sini tidak ada air sedikit pun.

Betapa saat itu aku menghayati sangat pentingnya keberadaan air. The need of water is inevitable, clean water to be exact.

Yah, memang tidak se-urgent bernapas, tetapi manusia hanya bisa bertahan tiga hari saja tanpa minum. Itu kan waktu yang pendek banget. Selain untuk minum, manusia juga membutuhkan air bersih dalam jumlah yang lebih banyak untuk banyak keperluan lain, misalnya untuk mandi, mencuci baju, memasak, bertanam, dan banyak lagi.

Air bersih itu vital demi kualitas hidup yang baik. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa air bersih.

Namun, ternyata hidup tanpa air bersih masih merupakan kelaziman di beberapa tempat. Bukan kelaziman yang diinginkan tentu saja. Mereka yang hidup di sana terpaksa menjalaninya, misalnya karena keadaan alam di lingkungan tempat tinggal yang memang menyulitkan adanya air bersih.

Indonesia termasuk negara yang sering dilanda bencana kekeringan karena cuaca yang tidak menentu. Di Pulau Jawa, salah satu daerah yang sering dilanda kekeringan adalah Kabupaten Wonogiri yang berada di Jawa Tengah.

Dilansir dari situs soloraya.solopos.com, kekeringan di Wonogiri di antaranya disebabkan oleh rendahnya curah hujan akibat perubahan iklim, berkurangnya kapasitas masuknya air ke dalam tanah, pola tanam yang tidak sesuai dengan ketersediaan air, pola pengembangan lahan yang tidak cocok, dan kurangnya sarana dan prasarana sumber daya air.

Terutama di Desa Pucung yang merupakan daerah berkapur, sarana dan prasarana sumber daya air ini sangatlah kurang. Padahal daerah berkapur secara alami memiliki potensi sumber air yang banyak. Ini karena permukaan daerah berkapur memiliki banyak pori yang menyebabkan air hujan langsung terserap lalu disimpan sebagai air bawah tanah. Hanya saja, dibutuhkan usaha yang besar untuk mengangkat air ini ke permukaan tanah.

Adalah Joko Sulistyo, seorang pemuda yang berhasil mengangkat air bawah tanah daerah berkapur ke permukaan. Atas usahanya ini, sebuah desa di Kabupaten Wonogiri terbebas dari kesulitan air bersih saat kemarau.

Cerita dimulai ketika pada tahun 2001, Joko Sulistyo yang saat itu tergabung dengan Kelompok Pecinta Alam Giri Bahama Universitas Muhammadiyah Surakarta, melakukan penelusuran Gua Suruh di Desa Pucung dan menemukan sumber air di dalamnya.

Penemuan ini luar biasa karena bisa memberikan dampak positif yang sangat besar bagi Desa Pucung yang selalu dilanda kekeringan dan mengalami kesulitan air bersih saat kemarau tiba. Ini disadari betul oleh Joko dan dia tidak bisa melepaskan pikiran dari ide tersebut.

Jika air dalam Gua Suruh bisa diangkat ke permukaan, maka penduduk desa tidak perlu lagi bersusah-susah berjalan sejauh sedikitnya dua kilometer ke sumber air terdekat, memanggul air bersih dalam jeriken-jerikan, pagi dan siang. Mereka bisa mandi dua kali sehari, memasak dengan air bersih, dan pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup.

Bukan hal yang mudah, mewujudkan ide tersebut. Joko dan teman-temannya pertama-tama harus meyakinkan warga desa bahwa ada sumber air di dalam Gua Suruh. Kenapa harus diyakinkan? Karena sebelumnya tidak ada warga desa yang berani masuk ke dalam gua itu, dan karena Joko membutuhkan tenaga warga desa untuk mewujudkan idenya.  

Setelah berhasil diyakinkan tentang keberadaan sumber air dan potensi manfaatnya, warga mau membantu Joko dalam proses pembuatan instalasi pengadaan air tersebut. Namun sebelum itu, Joko mengajukan proposal ke beberapa instansi untuk meminta bantuan pembiayaan, dan hampir semua menolak. Ini terjadi pada tahun 2008. Baru di tahun 2011, ajuan proposal disetujui oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.

Bayangkan. Sumber air ditemukan pada tahun 2001, proposal awal diajukan pada tahun 2008 lalu banyak ditolak, dan baru disetujui pada tahun 2011. Sungguh jika bukan keyakinan dan kesabaran serta kepedulian akan sesama yang mendasari kerja keras ini, rasa-rasanya mustahil ide Joko Sulistyo bisa terwujud.

Selanjutnya, masih ada banyak kerja keras dan pengorbanan yang dilakukan baik oleh Joko dan teman-temannya maupun warga desa. Pengorbanan waktu bersama keluarga, belum lagi pengorbanan materi, pikiran dan tenaga. Semuanya worthwhile, dibandingkan dengan hasil yang kemudian dirasakan oleh warga Desa Pucung.

Sejak tahun 2013, air dari Gua Suruh menjadi sumber air utama bagi Desa Pucung. Jika pada saat itu warga mengambil air di titik-titik hidran tertentu, pada tahun 2014 warga mulai bisa menikmati air di rumah masing-masing. Air dari Gua Suruh memang belum mencukupi keperluan besar seperti perikanan dan pertanian, tetapi sudah sangat bisa menutupi kesulitan air bersih yang biasanya dialami warga saat kemarau.

Berkat jasanya ini, Joko Sulistyo diganjar Penghargaan SATU Indonesia Awards 2013. Penghargaan dari PT Astra International Tbk. ini diberikan kepada generasi muda, baik individu maupun kelompok, yang memiliki kepeloporan dan melakukan perubahan untuk berbagi dengan masyarakat sekitar di bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.

Air adalah sumber kehidupan. Usaha mengalirkan air bersih dari Gua Suruh dan meningkatkan kualitas kehidupan warga Desa Pucung, semoga menjadi curahan amal jariah bagi Joko Sulistyo dan kawan-kawannya, juga mengalirkan inspirasi bagi generasi muda Indonesia lain, agar bisa memanfaatkan ilmu dan tenaga yang dimiliki demi memberikan manfaat kepada masyakat sekita, aamiin ya rabbal alaamiin.

***

#JokoSulistyo #Airtanah #DesaPucung #Wonogiri #AirKapur #PenyalurAirTanahKapur #SATUIndonesiaAwards2013 #KitaSATUIndonesia #Astra #AnugerahPewartaAstra2023 #SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia

 

Daftar Pustaka:

Daryono. 2019. Asa di bawah Bukit Kapur, Jalan Panjang Joko Sulistyo dkk Putus Kekeringan Warga Pucung Wonogiri. Diakses 18 Oktober 2023 dari https://m.tribunnews.com/regional/2019/12/27/asa-di-bawah-bukit-kapur-jalan-panjang-joko-sulistyo-dkk-putus-kekeringan-warga-pucung-wonogiri?page=all

Joko Sulistyo. Penyalur Air Tanah Kapur. Diakses 18 Oktober 2023 dari  https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/penyalur-air-tanah-kapur/

Amalina, Ita Cika. 2022. Ini Penyebab Kabupaten Wonogiri Sering Alami Kekeringan Tiap Tahun. Diakses 18 Oktober 2023 dari https://soloraya.solopos.com/ini-penyebab-kabupaten-wonogiri-sering-alami-kekeringan-tiap-tahun-1403850

Dan sumber lainnya.

 

No comments:

Post a Comment