Saturday, September 30, 2023

Triana Rahmawati: Griya Schizofren, Menjadi Teman, Mengurangi Beban


Tak ada di dunia ini yang mau menjadi
ODMK, pasti tidak si ODMK-nya sendiri, begitu juga dengan keluarganya.

Apa itu ODMK?

ODMK atau orang dengan masalah kejiwaan, menurut UU Kesehatan Jiwa No.18/2014 adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.

Jika ODMK berpotensi ‘naik tingkat’ ke gangguan jiwa, apa itu gangguan jiwa?

Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan pikiran, perasaan, dan perilaku, yang termanifestasi/terwujud dalam kumpulan gejala (sindrom) dan/atau adanya perubahan perilaku yang bermakna, menimbulkan hambatan, dan penderitaan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia.

Menurut situs hermina.hospitals.com, prevalensi ODMK di sekitar kita adalah 15-30% atau 15-30 orang di antara 100 orang. Sementara ODGJ adalah sekitar 1% atau 1 orang dari 100 orang di sekitar kita.

Memprihatinkan, bukan?

Mirisnya lagi, menurut Kementerian Kesehatan telah terjadi peningkatan masalah dan gangguan kesehatan jiwa di masyarakat, terlebih setelah terjadinya Covid-19. Pandemi ini bukan hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan jiwa baik bagi yang terpapar virus maupun tidak. Kecemasan, ketakutan, tekanan mental akibat kehilangan pekerjaan, pembatasan jarak fisik, dan hubungan sosial serta ketidakpastian berperan besar bagi kesehatan jiwa seluruh rakyat Indonesia.

Bukan hanya karena pandemi, dan bukan hanya pada orang dewasa, generasi muda alias Gen-Z juga dihantui oleh krisis kesehatan mental.

Menurut kompas.com, survei terbaru I-NAMHS (Indonesia National Adolescent Mental Health Survey) di tahun 2022 menunjukkan sekitar 1 dari 20 atau 5,5 persen remaja usia 10-17 tahun didiagnosis tergolong sebagai ODGJ dalam 12 bulan terakhir. Sementara sekitar sepertiga atau 34,9 persen memiliki satu masalah kesehatan mental atau tergolong ODMK.

Dikaitkan dengan survei kependudukan Indonesia, muncullah angka jumlah remaja yang tergolong ODMK sebanyak 16,1 juta, dan remaja yang tergolong ODGJ sebanyak 2,54 juta. Ini jumlah yang sangat besar.

Peningkatan kasus kejiwaan ini sayangnya tidak dibarengi dengan peningkatan fasilitas dan prasarana kesehatan untuk menanganinya. Sumber daya manusia profesional untuk tenaga kesehatan jiwa juga masih sangat kurang. Mengutip situs sehatnegeriku.kemenkes.go.id, jumlah psikiater sebagai tenaga profesional untuk pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia hanya ada 1.053 orang. Dengan jumlah penduduk per 31 Desember 2022 sebanyak 277,75 juta jiwa, artinya satu psikiater melayani lebih dari 250 ribu penduduk. Itu adalah beban yang sangat besar dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan jiwa di Indonesia.

Berangkat dari keprihatinan inilah, Triana Rahmawati tergerak hati dan pikirannya untuk beraksi. Aksi yang membuatnya memenangkan Apresiasi SATU Indonesia Awards 2017. Penghargaan bergengsi dari PT Astra International Tbk. ini diberikan kepada individu maupun kelompok generasi muda yang memiliki kepeloporan dan melakukan perubahan untuk berbagi dengan masyarakat di sekitarnya di bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.

Triana Rahmawati lahir di Palembang, 15 Juli 1992. Saat menerima penghargaan SATU Indonesia 2017, perempuan yang akrab disapa Tria ini baru saja menuntaskan pendidikan S1 di Jurusan Sosiologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tria yang berdomisili di Solo, bersama-sama dengan teman-temannya membangun Griya Schizofren.

Griya Schizofren

Spanduk Komunitas Griya Schizofren.
Sumber gambar: Youtube CNN Indonesia.

Griya Schizofren berdiri pada 10 Oktober 2012. Griya Schizofren memiliki makna:

Griya = Rumah

Sc = Social

Hi = Humanity

Fren = Friendly

Dari penjabaran di atas, Griya Schizofren ingin hadir sebagai wadah bagi komunitas pemuda peduli gangguan kejiwaan, yang dibangun atas dasar kemanusiaan dan prinsip persahabatan dengan ODMK. Griya Schizofren hadir dengan semangat anak muda  menghimpun kepedulian pada orang dengan masalah kejiwaan.

Yang melatarbelakangi berdirinya Griya Schizofren adalah kekhawatiran Tria dan teman-temannya adalah kian tingginya jumlah ODMK tetapi kepedulian masyarakat tidak sebanding dengan kenaikan tersebut. Griya ini didirikan untuk merawat ODMK bersama-sama dengan para relawan sehingga ODMK tidak takut lagi hidup bersama dengan manusia lainnya.

ODMK takut hidup berdampingan dengan manusia ‘normal’?

Tentu saja. Masih banyak sekali stigma dan diskriminasi yang melekat pada ODMK di masyarakat. Orang yang sedang berjuang dengan masalah kejiwaannya dicap gara-gara kurang beriman, kurang bersyukur, kurang ikhlas, dan kurang sabar. ODMK dianggap akibat kutukan, santet atau gangguan makhluk halus.

Banyak warga masyarakat menilai ODMK bukan sebagai manusia yang setara, bahkan dianggap tidak pantas mendapatkan pemenuhan hak asasi manusia. Kebanyakan orang atau anak-anak mungkin takut pada ODMK, dan melampiaskan ketakutan ini pada tindakan-tindakan yang bahkan bisa melanggar hukum dan hak asasi manusia. Pelecehan, intimidasi, sampai kekerasan fisik bisa dialami oleh ODMK. Mereka disingkirkan, dikucilkan, bahkan ada yang sampai dipasung. Pantas saja ODMK merasa ngeri hidup bersama kita. Ada banyak sekali keluarga yang juga takut dan khawatir jika memiliki anggota keluarga ODMK.

Penyebab Masalah dan Gangguan Kejiwaan

Schizofren yang diambil untuk menamai komunitas yang digagas Tria berasal dari kata skizofrenia, salah satu gangguan kejiwaan berat yang dapat mempengaruhi tingkah laku, emosi, dan komunikasi penderitanya. Si penderita bisa mengalami halusinasi, delusi, kekacauan berpikir, dan perubahan sikap.

Masalah kejiwaan bisa disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah:

  • Faktor genetik atau keturunan.
  • Kondisi psikologis ibu saat mengandung. Bila ibu hamil mengalami gangguan mental, atau emosional, atau fisik yang berat selama mengandung, hal ini bisa berpengaruh pada janin yang dikandungnya.
  • Proses persalinan dengan komplikasi meningkatkan risiko bayi dengan gangguan masalah kejiwaan.
  • Penyakit fisik seperti panas tinggi, kejang, atau penyakit berat lain sejak lahir hingga dewasa.
  • Riwayat jatuh, terbentur di bagian kepala, terkena pukulan atau kecelakaan.
  • Penggunaan obat-obatan terlarang.
  • Riwayat peristiwa traumatis, beban psikologis yang berat, masalah yang sulit diselesaikan, konflik, keinginan yang tidak tercapai, kemarahan terpendam, kesedihan yang mendalam, kehilangan, kekecewaan, dan lain-lain.

Hal-hal di atas mengganggu keseimbangan zat kimia di otak (neurotransmitter), membuatnya berubah dan tidak stabil dan ini menimbulkan perubahan cara berpikir, perasaan, sikap dan perilaku.

Masalah kejiwaan memiliki rentang yang luas dan terkadang abu-abu, tetapi dengan bantuan profesional yang tepat, masalah dan gangguan kejiwaan dapat ditegakkan diagnosisnya, dikelola dan memiliki kemungkinan untuk sembuh. Bukannya malah dianggap sebagai aib yang yang harus ditutupi atau disingkirkan. 

Orang-orang dengan masalah kejiwaan di Griya PMI Peduli Solo.
Sumber gambar: Youtube CNN Indonesia.

Bukan hal mudah, hidup dengan masalah kejiwaan. Perlu waktu bagi ODMK untuk sembuh dari kondisi yang dialaminya. Selain bantuan profesional, selalu ada cara untuk membantu dan mendukung seseorang untuk kembali ke kesehatan mental yang positif.

Orang dengan masalah kejiwaan biasanya selalu merasa seorang diri. Dalam kesendirian itu, terkadang mereka tak mampu untuk berpikir jernih. Keberadaan orang lain adalah hal yang paling dibutuhkan oleh orang-orang dengan gangguan mental. Keberadaan orang lain dibutuhkan lebih dari sekadar dorongan, tapi juga kehadiran saat mereka tengah berjuang melawan penyakitnya.

Interaksi ODMK dengan profesional seperti psikiater atau psikolog klinis sangat terbatas waktunya. Dukungan keluarga dan orang terdekat menjadi penopang utama keberhasilan penanganan kesehatan jiwa. Mereka memiliki peran penting dalam proses pemulihan, untuk meluangkan waktu memahami yang ODMK pikirkan dan rasakan. Memberi kasih sayang dan dukungan agar ODMK selalu merasa aman dan tidak sendirian dalam berjuang. Sayangnya, tidak banyak orang yang mengetahui cara memperlakukan orang dengan gangguan mental dengan benar dan membantu proses pemulihan berlangsung lebih cepat.

Keberadaan seseorang yang mengalami gangguan jiwa dalam sebuah keluarga akan mempengaruhi keberlangsungan keluarga itu sendiri. Ketidakmampuan keluarga untuk menyesuaikan diri dengan perubahan situasi tersebut menyebabkan keluarga tidak dapat merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan baik. Kegagalan keluarga dalam merawat penderita gangguan jiwa yang sudah pulang dari rumah sakit sering menyebabkan kekambuhan dan kembali dirawat di rumah sakit.

Keluarga bisa saja tidak menyadari atau bahkan menyangkal masalah kesehatan jiwa. Orang-orang terdekat misalnya orang tua dan saudara bisa jadi tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap ODMK. Bisa jadi juga mereka ingin membantu, tetapi terkendala faktor-faktor lain seperti ketidaktahuan tentang cara dan tempat layanan bantuan, atau berharap masalah kejiwaan ini akan sembuh begitu saja seiring waktu, kesulitan membayar biaya layanan, atau justru kesulitan meluangkan waktu karena kesibukan mencari nafkah yang tak bisa ditinggalkan.

Hal ini membuat masyarakat berperan besar dalam menjaga kesehatan jiwa bersama. Jika ada orang yang memiliki masalah kejiwaan, ujian bukan hanya dihadapi oleh si sakit, tetapi juga orang di sekitarnya, apakah mereka ikut peduli atau justru bersikap masa bodoh.

Ikatan sosial masyarakat yang tinggi bisa jadi modal untuk memperkuat kesehatan mental. Sangat relevan jika lahir komunitas-komunitas untuk membantu para ODMK seperti Griya Schizofren.

Griya Schizofren dan Griya PMI Peduli

Tria bersama relawan Griya Schizofren mendampingi para ODMK di Griya PMI Peduli Solo. Griya PMI ini menampung para ODMK sejak tahun 2012. Kebanyakan ODMK ini adalah hasil razia atau yang pernah hidup di jalanan. Upaya mengembalikan ODMK kepada keluarga selalu dilakukan tetapi kadang menemui hambatan.

Pihak PMI bisa sampai berbulan-bulan mencari pihak keluarga ODMK. Setelah ditemukan pun, belum tentu pihak keluarga mau menerima kembali si ODMK. Maka setelah itu pihak PMI akan melakukan mediasi tentang anggota keluarga yang ditempatkan di Griya PMI Peduli itu.

Griya Schizofren menemani dan mendampingi keseharian para ODMK dengan melakukan berbagai kegiatan seperti senam, menari, menyanyi, menggambar, dan bercerita. 

Para relawan Griya Schizofren mendampingi ODMK di Griya PMI Peduli.
Sumber gambar: Youtube CNN Indonesia.

Memanusiakan orang dengan masalah kejiwaan

Yang dilakukan oleh Tria dan teman-temannya menjadi pelajaran, bahwa kita hendaknya menjadi teman bagi orang yang sedang dilanda masalah kejiwaan. Bukan mencemooh, menceramahi, mendikte, dan merendahkan, apalagi sampai memberikan stigma dan melakukan diskriminasi.

Pendampingan yang dilakukan Griya Schizofren tergolong sederhana, tetapi konsisten. Tria dan para relawan rutin mengunjungi para ODMK di Griya PMI Peduli empat kali seminggu, dengan tujuan agar proses pengobatan dan pemulihan kondisi kejiwaan para ODMK kian membuahkan hasil.

Saat ditanya resep konsistensinya di bidang pendampingan ODMK, Tria menjawab bahwa itu karena dia juga memiliki jiwa. Artinya, kemungkinan dia menjadi ODMK juga ada. Bertemu dengan orang-orang dengan masalah kejiwaan membuat Tria ingat untuk mensyukuri kesehatan jiwa yang dimilikinya kini.

Sungguh empati yang luar biasa.

Memang benar bahwa kita harus sesekali melihat ke bawah untuk mensyukuri nikmat yang kita miliki. Tria bukan hanya melihat ke bawah, dia terjun ke lapangan dan melibatkan diri dengan secara langsung dengan para ODMK.

Tantangan yang dihadapi oleh Tria dalam melakukan pendekatan terhadap ODMK adalah meyakinkan bahwa ODMK tidak membahayakan karena tujuannya mendirikan Griya Schizofren adalah menghimpung sebanyak mungkin anak muda untuk mau menjadi relawan Griya Schizofren.

Griya PMI Peduli mengacungkan jempol untuk kepedulian dan kreativitas Griya Schizofren. PMI berharap semakin banyak komunitas di luar sana yang sejak dini menunjukkan kepedulian pada lingkungan sekitar.

                                                                                  ***

#TrianaRahmawati #SATUIndonesiaAwards2017 #OrangDenganMasalahKejiwaan #GriyaSchizofren #GriyaPMIPeduli #Solo  #KitaSATUIndonesia #Astra #AnugerahPewartaAstra2023 #SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia

 

Daftar pustaka:

https://www.dream.co.id/dinar/triana-rahmawati-bantu-tekan-laju-kemiskinan-lewat-inovasi-teranyar-201221h.html diakses 25 September 2023.

https://herminahospitals.com/id/articles/mengenali-perbedaan-masalah-kejiwaan-gangguan-kejiwaan diakses 27 September 2023.

https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/07/09/krisis-kesehatan-mental-menghantui-generasi-z-indonesia diakses 28 September 2023.

https://pmisurakarta.or.id/ diakses 28 September 2023.

https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/pendamping-masalah-kejiwaan/ diakses 25 September 2023.

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20211007/1338675/kemenkes-beberkan-masalah-permasalahan-kesehatan-jiwa-di-indonesia/, diakses 28 September 2023.

https://soloabadi.com/news/dari-tekad-jadi-manfaat-triana-rahmawati-sang-pejuang-sosial-hadir-dalam-bincang-bareng-expert-solo-abadi/ diakses 25 September 2023.

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1437/penyebab-gangguan-jiwa, diakses 28 September 2023.

https://www.youtube.com/watch?v=dsEPr1_3EDg CIMB Niaga, Triana Rahmawati, Sang Pejuang Kemanusiaan, diakses 28 September 2023.

https://www.youtube.com/watch?v=gUsYZ8-yLg0 CNN Indonesia, Untaian Kasih dari Griya Schizofren, diakses 28 September 2023.

https://news.unair.ac.id/2019/11/13/beban-keluarga-pengaruhi-kemampuan-rawat-pasien-gangguan-jiwa-berat/?lang=id diakses 30 September 2023.

https://umsb.ac.id/berita/index/1174-menemani-orang-yang-sakit diakses 30 September 2023.

Dan sumber lainnya.

No comments:

Post a Comment