Tuesday, March 6, 2018

Penantian


20.03

Sang suami menelpon istrinya. Suaranya terdengar tak biasa. Kabar yang dibawanya memang tidak menggembirakan. Mobil mogok. Mesin sudah diperiksa, tapi kendaraan warisan itu tak juga mau bergerak. Mungkin memang sudah uzur. Tapi janganlah merajuk di waktu ini. Jangan di jalan ini. 

Di ujung lain telepon, tak urung sang istri ikut merasa risau. Malam sudah pasti gelap. Di mana suamiku bilang tadi? Ah, jalanan itu kan sepi sekali! Selepas kompleks perumahan itu, ada beberapa kilometer yang sisi kiri dan kanannya hanya pepohonan besar dan ilalang merapat, sebelum tiba kembali ke jalanan ramai. Tepat di tengah sepi itulah suaminya sekarang. Sang istri menengok ke jendela. Hujan masih merinai, gerimis seharusnya syahdu. Tapi tak terasa seperti itu kali ini.

20.27

Baju kerja sudah menempel di badan, separuh oleh keringat dan separuh oleh air hujan. Sang suami menggelengkan kepala, tak tahu lagi harus berbuat apa. Mobil tetap tidak mau bergerak. Malam semakin pekat. Hujan tak kunjung reda. Tidak mungkin meninggalkan mobil ini di sini. Tua memang, tapi selama ini masih bermanfaat. Di sini sepi memang, tapi bukan berarti tak ada niat jahat di sekitar. Menengok ke layar handphone, baterainya menunjukkan persentase yang semakin menipis. Ahh... tampaknya semua daya seperti meninggalkan tempat ini. Sempatkah berkirim pesan untuk sekadar bilang, low batt? Masih ternyata. Sayang-sayang baterai untuk keperluan menelepon darurat nanti. Entah menelepon siapa.

Sang istri resah meraih handphone saat notifikasi pesan berdenting. Low batt. Ah, bukan kabar gembira ternyata. Bagaimana nanti kami bisa saling bertukar kabar? Aku tidak bisa sering-sering menghubungi. Tirai jendela lagi-lagi disingkap, meski harapan terasa jauh. Di luar dan di dalam hati, terasa semakin gelap.

20.59

Tak ada yang bisa membantu. Lebih dari sepuluh kendaraan dihentikan oleh lambaian tangan, tapi tak ada yang bisa menolong. "Maaf, saya sedang terburu-buru," ujar yang satu. "Maaf, saya tidak bisa derek," ucap yang lainnya. "Maaf, saya sedang ada perlu," sahut yang lain lagi. Ada apa dengan kebaikan hari ini? Sedang ke mana perginya? Apakah aku mencurigakan? Apa aku meragukan? Hati semakin menggalau. Teringat rumah yang kering dan hangat.

Sang istri kembali ke jendela. Anak-anak telah terlelap di buaian. Ah, menunggu adalah pekerjaan yang meresahkan! Setiap derum adalah harapan, setiap sorot lampu di kejauhan adalah penantian, tapi semua berujung kecewa. Dan cemas. Serta khawatir. Doa-doa pun kembali dirapal.

2 comments:

  1. Tak lama, suara pintu diketuk, ketika dibuka munculah wajah letih sang suami. Tapi semua kecemasan sudah sirna, letih mudah disapu, hahaha. Lanjuut mbaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mba, alhamdulilah suami pulang dengan selamat :)

      Delete