Tuesday, March 20, 2018

Tentang Belajar Menulis: #2 Tiga Menit Menulis Spontan

Tentang Belajar Menulis: #2 Tiga Menit Menulis Spontan -- Di tulisanku yang pertama, aku sudah memperkenalkan metode tiga menit menulis spontan dari Teh Rena Puspa, untuk mendobrak mental block 'aku tidak bisa menulis'.

Di tulisan kedua ini, aku akan mencoba membahas sedikit lebih dalam tentang metode tiga menit menulis spontan ini.

Minggu pertama Training Online Menulis bersama Teh Rena Puspa dan Penerbit Ihsan Media diisi dengan empat hari tantangan untuk menyetorkan satu tulisan setiap harinya, yang hanya boleh ditulis dengan spontan selama tiga menit saja. Tidak ada peraturan lain yang ribet kok, hanya saja tulisan sudah harus masuk ke email penerbit paling telat jam 10.00 pagi. Hahaha... ini sudah bikin emak-emak agak ribut dan tawar menawar pun terjadilah. Ya maklumlah ya, kalau ngga nawar bukan emak-emak dong :D


Tapi Teh Rena tetap bertahan menghadapi berbagai alasan seperti "Kalau pagi sibuk Teh ngurus dulu anak-anak dan suami berangkat sekolah dan kerja," atau "Aduduh kalau pagi urusan rumah tangga masih ngantri, Teh," atau "Boleh ngga Teh, kirim tugasnya siang pas jam istirahat kerja atau sore pas pulang kerja," Tidak. Teh Rena tidak tergoyahkan. Jawaban Teh Rena sungguh bijak, dan tidak terpikirkan olehku sebelumnya:

Seorang ibu pasti sibuk, apalagi di pagi hari. Tapi sebenarnya, kesibukan seorang ibu itulah sumber inspirasi tulisan kita. Tiga menit juga tidaklah lama. Coba luangkan waktu beberapa menit saja di dini hari sebelum masuk waktu sholat subuh. Lebih baik lagi setelah sholat tahajud. Saat-saat itulah waktu terbaik untuk berdiam sebentar. Otak kita masih segar, merenunglah dan dapatkan ide.

Idenya dari mana? Tidak usah berpikir yang susah-susah. Tuliskan saja apa pun yang terlintas di kepala. Jangan dulu berpikir tentang tata bahasa, typo dan logika atau runutan. Menulis saja dulu. Setelah waktu tiga menit habis, stop. Berhenti menulis.

**Oh ya, narasi di atas mungkin tidak sama persis dengan apa yang diucapkan Teh Rena waktu itu. Aku pasti sedikit menggubahnya karena tidak hapal betul. Tapi kurang lebih sama deh :)**

Tapi benar lho apa yang dibilang Teh Rena. Tantangan hari pertama tetap bisa dilakukan tuh! Aku bangun pagi-pagi dan duduk di depan laptop. Bengong sebentar lalu tak tik tak tik. Ini tulisanku untuk tantangan di hari pertama:

Tangannya memeluk Kiara erat. Masih terasa betapa napas Kiara terengah sisa tangisnya tadi, tapi perlahan mulai bertambah tenang. Ani masih mendekap erat. Pikirannya melayang tak keruan. Ia jatuh terduduk. Separuh tak menyangka bahwa dirinya mampu berbuat seperti tadi. Perlahan dekapannya meregang. Diletakkannya putri yang katanya, kesayangannya itu, perlahan di buaian. Perlahan sekali. Seperti meletakkan berlian pusaka keluarga. 

Aku tidak bilang kalau tulisanku sudah bagus ya. Sama sekali bukan ke sana tujuannya. Tapi yang ditekankan di sini adalah, bahwa bahan tulisan itu ada di mana-mana. Selain dari hasil lintasan pemikiran jenius yang datang tiba-tiba -- yang sering kali disebut dengan ide -- bahan tulisan juga bisa muncul dari apa yang ada di sekitar kita. Ini adalah materi tantangan hari kedua.

Tantangan hari kedua, adalah menulis dengan memanfaatkan semua panca indra. Kita memiliki lima panca indra yaitu mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, kulit untuk meraba dan mulut untuk mencicip. Mungkin bisa ditambahkan dengan hati untuk merasa? Nah, kerahkan semua panca indra ini untuk menggambarkan sesuatu dengan jelas, sehingga pembaca seolah-olah merasakannya sendiri. Pernah kan membaca sesuatu yang dideskripsikan dengan sangat baik sehingga seakan-akan kita berada di sana, atau mengalaminya sendiri? Itulah tujuan menulis dengan memanfaatkan panca indra.

Berikut adalah hasil tulisanku untuk tantangan hari kedua:

Tanganku menyingkap tirai jendela. Malam begitu gelap, birunya seperti batu safir. Kaca jendela terasa dingin, kontras dengan pengapnya hatiku. Aku mendorong bingkai jendela dan semilir angin malam menggelitik menggodaku untuk membuka jendela lebih lebar lagi. Jangan buka jendela malam-malam, kata ibuku, angin malam jahat. Tapi mana mungkin angin malam sepoi-sepoi ini bisa jahat. Semerbak bau tanah basah menyergap hidungku.

Jika kalian masih belum bisa menangkap aku sedang menggambarkan apa.... well, aku sedang mencoba menjelaskan tentang suasana malam... hehehe.

Tantangan hari ketiga dan keempat adalah membuat judul tulisan kita. Masalah judul ini gampang-gampang susah deh. Judul sebaiknya singkat, menarik dan memancing rasa ingin tahu pembaca. Judul juga jelas harus mewakili isi tulisan kita, tapi dan jangan terlalu menjelaskan isi tulisan. Hmmm... Aku pun masih belajar untuk membuat judul.

Ini adalah tulisanku untuk tantangan hari ketiga dan keempat:

#1 Judul: A day in a life of a translator mom

Tangan-tangan kecilnya menjulur ingin mengetuk-ngetuk keyboard juga. Pikiranku berkejaran menerjemahkan kata-kata di layar, sementara bibir bersenandung menyanyikan lagu untuk menenangkannya. Aku pasti bisa bekerja lebih cepat dengan dua tangan, tapi tangan kiriku sudah cukup kaku mendekapnya selama satu jam ini. Hhhh... dia sedang sedikit demam dan ingin selalu kugendong, sementara deadline di depan mata. Mom... is a multitasking job, no kidding! 

#2 Judul: Anak

Mengapa mereka melakukannya begitu rupa? Mengapa mereka mau melakukannya, berkorban waktu, tenaga, uang dan emosi untuk mendapatkan anak? Sebagian bahkan menempuh cara yang tidak masuk akal. Sebagian mengorbankan pernikahan mereka. Apakah anak sedemikian berharga, lebih berharga dari rasa cinta pada keluarga besar, kepada pasangan? Apakah anak sesuatu yang absolut? Anak... sesuatu yang tidak diketahui pasti masa depannya, diperjuangkan keberadaannya dengan mengorbankan segalanya...

Bagaimana dengan tantangan di minggu kedua? Wah, lebih seru lagi! Aku akan tulis di blogpost berikutnya yaaa :)


1 comment:

  1. duh mba bagus amat rangkaian kata-katanya aku langsung puyeng kalau suruh rangkai kata-kata begitu hahaha...

    ReplyDelete