Monday, February 12, 2018

Cerita Velg dan Es Kelapa

Ada cerita menarik tentang sesuatu yang hilang dan kembali. Tentang orang-orang baik di jaman serba tidak menentu ini. Tentang harapan yang harus terus dipelihara, juga rasa ikhlas yang harus dipersiapkan jika yang terjadi adalah bukan yang kita harapkan.

Mungkin yang aku alami adalah hal remeh dan sepele, tapi kita harus bisa menarik manfaat dari semua kejadian bukan? Entah kenapa, hal ini selalu teringat dalam hati dan pikiran. Dan aku ingin mengenangnya lebih lama lewat tulisan.

Kejadiannya belum lama, di sekitaran bulan Januari 2018. Menurutku, kejadian ini dapat kujadikan momentum awal yang baik untuk memulai tahun 2018.


Waktu itu hari Minggu, aku diantar oleh suamiku dan kedua anakku Faza dan Defai ke Bika Talubi di Pajajaran. Izzan tidak ikut karena sudah lebih dulu berangkat ke Brimob Cibuluh untuk latihan gabungan karate.

Kami berangkat naik mobil, dan melaju lewat jalan belakang alias lewat Jl. Pandu Raya. Aku meminta suami untuk menyetir lebih cepat karena rasanya sudah mepet waktu janjian. Aku tidak mau terlambat. Semuanya lancar sampai kami melewati pertigaan Cimahpar ke arah jembatan tol. Tiba-tiba di belakang ada mobil lain yang terus mengklakson sehingga kami melambat. Ada apa ya?

"Velg ban-nya lepas, Pak!" teriak si penumpang mobil itu, sambil melaju melewati mobil kami.

Aku dan suami berpandangan, sejenak tidak ngeh dengan apa yang dikatakan orang tadi. Lalu PakSu menepi ke kiri dan berhenti. Dia keluar, lalu berjalan berkeliling.

"Velg ban belakang sebelah kanan lepas," ucapnya pelan sambil nyengir saat kembali masuk ke mobil. Lalu kami melaju lagi.

Aku mengerutkan kening. Velg kan logam besar bulat yang menutup bagian luar pemegang ban itu ya. Kayanya velg lepas itu bukan sesuatu yang lucu deh, atau iya kah?

"Terus gimana?" tanyaku, dan wajahku pasti jelas menunjukkan kebingungan.

"Yah gimana lagi atuh, biarin aja deh," ucap PakSu ringan.
"Emang ga apa-apa kalo ngga pake velg?" aku masih bingung.
"Ngga apa-apa, velg kan cuma penutup aja. Ban sih masih bisa muter. Kita jalan aja dulu. Nanti Bunda bisa telat," jawab PakSu.
"Ih, yang bener? Mau balik dulu ngga?" Tidak apa-apalah sedikit telat, kupikir. "Kalau mau ganti, harus beli dong? Emang bisa beli satu aja?" menurutku pasti tidak.
"Harus beli empat lah, hehe..." tawanya santai. Aku tambah melongo. Tapi kami terus melaju.

Tidak lama sih kami punya urusan di Bika Talubi. Kami langsung pulang karena PakSu harus menjemput Izzan. 

Saat melewati jembatan tol ke arah Jalan Pandu Raya, tiba-tiba PakSu berkata, "Coba perhatiin jalan sebelah kanan ya, kali aja ada velg-nya masih di jalan."

Aku agak pesimis ya, karena sudah hampir dua jam sejak kami lewat jalan ini tadi. Belum lagi pikiran-pikiran negatif: memang masih bakal ada velg-nya? Velg itu berat lho, pasti lumayan banget buat dijadikan besi bekas...

"Yah, siapa tau masih ada, liat-liat aja dulu," suami tetap menjalankan mobil pelan-pelan. Aku dan Faza juga ikut mengamati jalanan.

Tiba-tiba, "Itu di sana!" seru PakSu.

Aku menengok ke arah yang ditunjuknya tapi tidak melihat apa-apa.

"Di gantung di gerobak tukang apa tuh tadi," ucap PakSu, "aku putar balik dulu ya."

Suami memutar balik mobil dan maju sampai berhenti di belakang gerobak tukang es kelapa muda. Dan di situlah, di gerobak itu, tergantung velg mobil kami. Suami keluar dari mobil dan mendekat. Tukang es kelapa mudanya tidak terlihat menunggui dagangannya.

Berjalan beberapa langkah, akhirnya ketemu juga dengan tukang es kelapa muda yang sedang duduk-duduk di warung dekat situ. Aku yang menunggu di dalam mobil melihat mereka berbincang-bincang sedikit, lalu suami kembali ke mobil.

"Mau beli berapa es kelapanya?" tanya suami.
"Dua aja cukup, es sama gulanya sedikit aja ya," jawabku.

Aku melihat tukang es kelapa itu menyiapkan es kelapa. PakSu menerima dan membayar. Mereka berdua terlihat bercakap-cakap lagi sedikit lalu PakSu kembali ke mobil. Saat kami berjalan melewati tukang es itu, aku buka jendela mobil dan melambai sambil tersenyum. Dia membalas dengan mengacungkan jempol tangannya.

Aku memberikan satu kantong es kelapa kepada Faza. Satu lagi kuminum berdua dengan suami.

"Alhamdulillah," ucapku lega. 
"Hehehe..." suamiku terkekeh.
"Tadi ngobrol apa aja?" aku penasaran juga.
"Ditanyain, koq lama amat baliknya? Velg-nya kan tadi dia temuin sekitar 1,5 jam yang lalu ya. Emang belanja dulu ya? Gitu katanya tadi," ucap suamiku.
"Terus Ayah bilang apa?" 
"Ya Ayah bilang aja, tadi ada urusan penting dulu jadi ngga sempet balik dulu."
Aku mengembuskan napas panjang, "Hmmm... alhamdulillah masih ada orang baik."
"Masih ada banyak orang baik koq, Bun..." ucap suamiku. Aku mengangguk.

"Oh ya, tadi es kelapanya berapa sekantongnya?" tanyaku tiba-tiba.
"Satunya lima ribu," ucap suami.
"Hmmm... kalau beli velg, harus empat ya. Berapaan kira-kira harganya Yah?" 
"Wah, ngga tau deh... mahal kayanya..." suami menggelengkan kepala. "Harusnya tadi kita ngasih lebih ya, Bun?"

Ya, harga empat velg pastinya tidak sebanding dengan harga dua kantong es kelapa muda. Aku menyesap manis dingin es kelapa muda dalam diam, merenung. 

Terima kasih untuk pengendara mobil yang mengklakson kami tadi, jika bukan karena dia, kami tidak akan menyadari velg kami lepas menggelinding. Sempat terlintas rasa kesal sedikiiittt, kenapa sih dia tetotetot mengklakson kami, apalagi di depan kami tidak ada antrian mobil dan mobil kami tidak menghalangi jalan dan aku sedang terburu-buru. Padahal niatnya sesungguhnya baik benar. Hmm... memang berburuk sangka itu lebih mudah ya dilakukan :( Bolehkan aku menyalahkan zaman yang sepertinya lebih banyak mengekspos keburukan sehingga setiap gesture lebih patut dicurigai terlebih dahulu?

Aku juga mudah pesimis terhadap keadaan. Tukang es kelapa muda itu bisa saja membiarkan velg kami tergeletak di jalan dan membiarkan orang lain memungutnya. Dia bisa saja menyimpan velg itu di dalam gerobaknya sehingga kami tidak mungkin melihatnya. Ah, dia bisa melakukan apa pun. Tetapi yang dilakukannya adalah kebalikan dari semua yang kupersangkakan, sehingga kami masih berjodoh dengan velg itu.

Kejadian itu semua masuk ke dalam pikiran dan hatiku. Semoga Allah membalas kebaikan semua yang berbuat baik kepada kami hari itu. Aamiin. 

We'll pay them forward, someday.

*Gambar dari Pixabay

2 comments:

  1. kadang emang kita suka suudzon duluan y mba dan kejadian ini juga bisa diambil hikmahnya masih ada orang yang care sama kita dan baik untuk mengingatkan dan mengembalikan yang bukan menjadi miliknya..nice story mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terim kasih, Mba Herva. Iya, semoga ke depannya saya jd orang yg lebih berkhusnudzon.... aamiin :)

      Delete