Tuesday, November 21, 2017

Tetangga Oh Tetangga : Serba-serbi Bertetangga

            


"Mudah-mudahan kamu dapat tetangga yang baik.. aamiin" suara Mama agak keras saat mengamini doanya sendiri. Aku mengangguk-angguk sambil terus melipat baju-baju.

"Nah, kalau tetangga yang nyebelin, adduuuhhh... mudah-mudahan kamu ngga dapet yang kaya gini dehh.. Aamiinn!" Amin-nya yang ini lebih keras dan sepenuh perasaan. Aku sampai terkikik. Mama mendelik.

"Lah iya, beneran ini. Tetangga tuh bakal ada selamanya lho di sekitar kita. Kamu ngga ada rencana pindah-pindah rumah kan? Itu rumah insyaaAllah bakal untuk selamanya kan? Nah, tetangga kamu juga gitu. Kebayang kan kalau sebelahan sama tetangga yang nyebelin, seumur hidup! Yang suka ngomongin, yang judes, atau berantakan, ngga toleran.." Mama sekarang membantu aku memasukkan buku-buku ke dalam dus.


"Ah, Mama.. masak sampai segitunya siih.." Aku mengibas-ngibaskan tangan karena debu yang beterbangan.

"Ah kamu mah kan, ngga bergaul di sini, jadi ngga tau tetangga." sahut Mama.

***

Itu kejadian 9 tahun yang lalu. Percakapanku dengan Mama saat aku siap-siap akan pindahan rumah, kembali teringat jelas seperti baru kemarin saja kami berbincang. Selalu terngiang setiap kali ada kasus di sekitaran rumah. Seperti apa?

1. Berantem di grup WA ibu-ibu komplek
Isu paling hot saat ini, adalah adu mulut eeh, koq rasanya ngga cocok ya istilah adu mulut, kan ngga ketemuan terus ngomong palai mulut di WA. Mungkin istilah adu jempol lebih tepat.

Aku sih memilih tidak aktif di grup ini, menjadi silent reader dan memberi komen benar-benar hanya seperlunya saja. Memang aku aslinya tidak suka mengobrol, tidak biasa berbasa-basi, plus sibuk dengan debay. Sering, ingin rasanya leave group aja walaupun kadang ada gunanya sih, aku jadi up date masalah keamanan dan kabar matinya PAM atau PLN. Dan kadang suka kepo juga kalau ada gosip.. atau ada yang berantem, hehehe

Perselisihan yang dimulai kemarin ini, karena salah ucap eh.. salah tulis pesan kalau menurutku. Tanpa emotikon, sehingga emosi pesan lebih tidak terbaca. Si Itu yang menanggapi, juga kayanya lagi sensi. Padahal mungkin, si Anu sebagai pengirim, tidak secara pribadi mengarahkan pesannya pada si Itu. Tapi karena ditanggapi dengan nyolot oleh si Itu, si Anu membalas dengan keras juga. Beberapa ibu-ibu terlihat berusaha mendinginkan suasana, beberapa memilih salah satu pihak untuk didukung. Aku sih, nonton aja deh. Tiada guna ikut campur dalam hal seperti itu.

Mama benar, aku memang kurang gaul. Sejak dulu di rumah orang tua. Kalau di jaman SMA, sekolahku sampai sore, lalu lanjut kuliah di luar kota, lalu kerja berangkat subuh pulang malam, maka rasanya ngga ada waktu untuk main dengan teman sekitar rumah. Tentu saja aku masih tersenyum dan menyapa kalau berpapasan dengan tetangga, tapi hanya sebatas itu saja.

Mamaku, beliau ini nih yang namanya ibu-ibu gaul. Gaul beneran yaaa, bukan gaul di medsos hehe... Tetangga beda RW saja kenal lhoo. Beda kampung juga hapal. Sampai ke nama anak-anaknya. Jadi hapal juga kalau ada anak si Ini berantem sama anak si Eta. Lho, koq orangtua anaknya yang berantem?

2. Pertengkaran anak-anak yang merembet ke pertengkaran orangtua
Nah, contoh isu pertetanggaan lain adalah pertengkaran anak-anak yang merembet ke pertengkaran orangtua. Ih, yang ini.. ngga bangett dehh! Anak-anak tuh kan emang demen ya main dan berantem, terus baikan lagi terus main lagi terus berantem lagi. Begitu terus diulang-ulang.

Sebisa mungkin, aku akan membiarkan anak-anakku menyelesaikan masalahnya sendiri, termasuk saat mereka berselisih dengan teman-temannya. Jika mereka mengadukan temannya yang usil, kami akan bilang bahwa kami tidak akan ikut campur. Selesaikan sendiri. Kalau mereka tanya bagaimana caranya, nah baru deh kami kasi trik-triknya. Hmmm...

Pasti insting setiap orangtua ya untuk melindungi anaknya. Melihat anak lari pulang ke rumah sambil menangis dan bilang kalau temannya begini begitu, bikin hati kebat kebit ingin membela buah hati kesayangan. Tapi kalau anak selalu di-back up orantua, kapan mereka mulai belajar mandiri? Orangtua harus sangat jeli dan hati-hati memilih dan memilah mana persoalan anak yang membutuhkan campur tangan orangtua.

3. Menyerobot hak tetangga.


Ah, sudah sering ya kita dengar tentang tetangga yang punya garasi tapi malah dipakai buat nyimpen kursi meja. Mobilnya ditaruh di jalan depan rumah. Kalau jalannya lebar mungkin ngga apa-apa, tapi kalau sampai mengganggu tetangga lain sampai susah mau ngeluarin mobilnya? Nah, aku punya nih tetangga model kaya gini.

Padahal ya, mobil yang ditaruh diluar itu pastinya lebih berisiko kena panas dan hujan, kena gores, sampai kena maling. Tapi kan itu sih risikonya yang punya mobil ya. Bodo amatan lah buat yang bukan punya mobil sih. Tapi, jangan sampai mengganggu tetangga lain juga atuhlah. Udah tau jalanan depan rumah pas-pasan, eh masa sih ngga mikir tetangga depan bakal susah ngeluarin atau masukin mobil ke garasi kalau situ parkir di luar?

Bukan cuma parkir sembarangan, jemuran yang ditaruh sembarangan, sampai ke sampah dari pohon yang tumbuh di halaman kita yang masuk ke area tetangga pun, bisa dibilang menyerobot hak tetangga. Harus dipahami bahwa secara tidak tertulis, setengah jalan di depan kita adalah hak dan kewajiban kita. Hanya setengah jalan itu lho. Jadi kalau ada pohon di halaman rumah kita, yang dahannya memasuki area rumah tetangga, milik siapakah sampah daun dan buah di area halaman tetangga?

Contoh yang ngga kalah sederhana dari menyerobot hak tetangga adalah menyerobot haknya atas ketenangan. Kalau kita menyetel musik keras-keras sampai terdengar hingga radius sepuluh rumah, seperti quote di atas, ini juga termasuk menyerobot hak tetangga lho.

***

Tetangga adalah orang terdekat kedua setelah saudara. Bahkan dalam keseharian, bisa jadi kita lebih banyak bertemu dan berinteraksi dengan tetangga dibanding dengan saudara. Ini jika kita sudah tinggal terpisah dengan keluarga kita yang lain. Jadi di saat ada musibah, siapakah orang terdekat yang paling mungkin kita mintai pertolongan dengan cepat? Tetangga bukan? Jika hubungan kita renggang dengan tetangga, kira-kira, akan mudahkah kita meminta pertolongan? Akan mudahkah bagi tetangga kita untuk memberikan pertolongan jika dia punya banyak masalah dengan kita?

Sayangnya, kita tidak bisa selalu mengendalikan tingkah laku tetangga kita ya. Alhamdulillah kalau kita dapat tetangga baik seperti yang didoakan oleh Mama saya. Nah, kalau ternyata nasib mempertemukan kita dengan tetangga non-idaman? Mau pindah? Ada rumah cadangannya? Kalau ngga ada, berarti nerima aja ya? Atau berdoa saja, semoga tetangga kita mendapat hidayah atau rezeki yang banyak untuk cepat-cepat pindah, dan kita diberi kesabaran tinggi. Dan rezeki yang banyak juga, jadi kalau ngga dia yang pindah, ngga apa-apa kita aja deh yang pindah hehehe...

No comments:

Post a Comment